Minggu, 21 September 2014

Zakat profesi dalam islam dan kaitannya



KATA PENGANTAR



Bismillahirrahmanirrahiim….

            Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah keilmuan kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Zakat Profesi Dalam Islam dan Kaitannya”.
            Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada junjungan alam Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa zaman kegelapan ke zaman terang benderang, dan atas do’a restu dan dorongan dari berbagai pihak-pihak yang telah membantu saya memberikan referensi dalam pembuatan makalah ini.
             Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Zakat dan guna menambah pengetahuan serta lebih memahami mengenai Zakat Profesi Dalam Islam dan Kaitannya itu sendiri.
Penulis menyadari atas segala ketidaksempurnaan dan kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, segala kritik yang bersifat konstruktif sangat penulis harapkan guna kebaikan di masa yang akan datang. Semoga melalui makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.




Cirebon, 16 September 2014


Penulis
 
 





BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang.
Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa wacana yang tengah hangat dalam dunia zakat selama beberapa dekade terakhir ini adalah diperkenalkannya instrument zakat profesi di samping zakat fitrah dan zakat maal (zakat harta). Dengan munculnya zakat profesi ini memunculkan banyak perbincangan. Mereka yang menentang penerapan syariat zakat profesi ini beranggapan bahwa zakat profesi tidak pernah dikenal sebelumnya di dalam syariat Islam dan merupakan hal baru yang diada-adakan. Sedangkan mayoritas ulama kontemporer telah sepakat akan legalitas zakat profesi tersebut.
Zakat profesi itu sendiri merupakan zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi atau hasil profesi bila telah sampai pada nisabnya.  Zakat profesi memang belum dikenal dalam khazanah keilmuan Islam, jadi banyak diperdebatkan. Maka dari itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengertian zakat profesi, profesi apa yang harus dizakati dan ketentuan dalam zakat profesi.

B.     Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah:
1.      Apa pengertian dari zakat profesi?
2.      Apa saja profesi yang dizakati?
3.      Bagaimana ketentuan-ketentuan dalam zakat profesi?

C.    Tujuan Pembahasan.
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan pembahasannya adalah:
1.      Untuk memahami pengertian dari zakat profesi.
2.      Untuk memahami profesi apa saja yang harus dizakati.
3.      Untuk memahami ketentuan-ketentuan dari zakat profesi.















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Zakat Profesi.
Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi ( guru, dokter, aparat, dan lain-lain ) atau hasil profesi bila telah sampai pada nisabnya. Berbeda dengan sumber pendapatan dari pertanian, peternakan dan perdagangan, sumber pendapatan dari profesi tidak banyak dikenal di masa generasi terdahulu.  Oleh karena itu, pembahasan mengenai tipe zakat profesi belum dapat dijumpai dengan tingkat kedetilan yang setara dengan tipe zakat yang lain. Namun bukan berarti pendapatan dari hasil profesi terbebas dari zakat, karena zakat secara hakikatnya adalah pungutan terhadap kekayaan golongan yang memiliki kelebihan harta untuk diberikan kepada golongan yang membutuhkan.
Setiap penghasilan, apapun jenis profesi yang menyebabkan timbulnya penghasilan tersebut diharuskan membayar zakat bila telah mencapai nisab. Hal tersebut didasarkan pada firman Allah SWT QS. Al-Baqarah ayat 267
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Disamping itu berdasarkan tujuan disyari’atkannya zakat, seperti untuk membersihkan dan mengembangkan harta serat menolong para mustahik, zakat profesi juga mencerminkan rasa keadilan yang merupakan ciri utama ajaran islam, yaitu kewajiban zakat pada semua penghasilan dan pendapatan.

B.     Profesi yang Di Zakati.
Barangkali bentuk penghasilan yang paling menyolok pada zaman sekarang ini adalah apa yang diperoleh dari pekerjaan dan profesinya. Pekerjaan yang menghasilkan uang ada dua macam.
Yang pertama adalah pekerjaan yang dikerjakan sendiri tanpa tergantung kepada orang lain, berkat kecekatan tangan ataupun otak. Penghasilan yang diperoleh dengan cara ini merupakan penghasilan profesional, seperti penghasilan seorang doktor, insinyur, advokat seniman, penjahit, tukang kayu dan lain-lainnya.[1]
Yang kedua, adalah pekerjaan yang dikerjakan seseorang buat pihak lain-baik pemerintah, perusahaan, maupun perorangan dengan memperoleh upah, yang diberikan, dengan tangan, otak, ataupun kedua-duanya. Penghasilan dari pekerjaan seperti itu berupa gaji, upah, ataupun honorarium.
Penghasilan dan profesi dapat diambil zakatnya bila sudah setahun dan cukup senisab. Jika kita berpegang kepada pendapat Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan Muhammad bahwa nisab tidak perlu harus tercapai sepanjang tahun, tapi cukup tercapai penuh antara dua ujung tahun tanpa kurang di tengah-tengah kita dapat menyimpulkan bahwa dengan penafsiran tersebut memungkinkan untuk mewajibkan zakat atas hasil penghasilan setiap tahun, karena hasil itu jarang terhenti sepanjang tahun bahkan kebanyakan mencapai kedua sisi ujung tahun tersebut. Berdasar hal itu, kita dapat menetapkan hasil penghasilan sebagai sumber zakat, karena terdapatnya illat (penyebab), yang menurut ulama-ulama fikih sah, dan nisab, yang merupakan landasan wajib zakat.
Dan karena Islam mempunyai ukuran bagi seseorang – untuk bisa dianggap kaya - yaitu 12 Junaih emas menurut ukuran Junaih Mesir lama maka ukuran itu harus terpenuhi pula buat seseorang untuk terkena kewajiban zakat, sehingga jelas perbedaan antara orang kaya yang wajib zakat dan orang miskin penerima zakat.
Dalam hal ini, mazhab Hanafi lebih jelas, yaitu bahwa jumlah senisab itu cukup terdapat pada awal dan akhir tahun saja tanpa harus terdapat di pertengahan tahun. Ketentuan itu harus diperhatikan dalam mewajibkan zakat atas hasil penghasilan dan profesi ini, supaya dapat jelas siapa yang tergolong kaya dan siapa yang tergolong miskin, seorang pekerja profesi jarang tidak memenuhi ketentuan tersebut.[2]
Mengenai besar zakat, Penghasilan dan profesi dalam fikih masalah khusus mengenai penyewaan. Seseorang yang menyewakan rumahnya dan mendapatkan uang sewaan yang cukup nisab, bahwa orang tersebut wajib mengeluarkan zakatnya ketika menerimanya tanpa persyaratan setahun. Hal itu pada hakikatnya menyerupai mata penghasilan, dan wajib dikeluarkan zakatnya bila sudah mencapai satu nisab.
Hal itu sesuai dengan apa yang telah kita tegaskan lebih dahulu, bahwa jarang seseorang pekerja yang penghasilannya tidak mencapai nisab seperti yang telah kita tetapkan, meskipun tidak cukup di pertengahan tahun tetapi cukup pada akhir tahun. Ia wajib mengeluarkan zakat sesuai dengan nisab yang telah berumur setahun.
Akibat dari tafsiran itu, kecuali yang menentang, adalah bahwa zakat wajib dipungut dari gaji atau semacamnya sebulan dari dua belas bulan. Karena ketentuan wajib zakat adalah cukup nisab penuh pada awal tahun atau akhir tahun.
Pendapat guru-guru besar tentang hasil penghasilan dan profesi dan pendapatan dari gaji atau lain-lainnya yaitu kekayaan yang diperoleh seseorang Muslim melalui bentuk usaha baru yang sesuai dengan syariat agama. Jadi pandangan fikih tentang bentuk penghasilan itu adalah, bahwa ia adalah "harta penghasilan." Sekelompok sahabat berpendapat bahwa kewajiban zakat kekayaan tersebut langsung, tanpa menunggu batas waktu setahun.
Yang diperlukan zaman sekarang ini adalah menemukan hukum pasti "harta penghasilan" itu, oleh karena terdapat hal-hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu bahwa hasil penghasilan, profesi, dan kekayaan non-dagang dapat digolongkan kepada "harta penghasilan" tersebut. Bila kekayaan dari satu kekayaan, yang sudah dikeluarkan zakatnya, yang di dalamnya terdapat "harta penghasilan" itu, mengalami perkembangan, misalnya laba perdagangan dan produksi binatang ternak maka perhitungan tahunnya disamakan dengan perhitungan tahun induknya. Hal itu karena hubungan keuntungan dengan induknya itu sangat erat.
Berdasarkan hal itu, bila seseorang sudah memiliki satu nisab binatang ternak atau harta perdagangan, maka dasar dan labanya bersama-sama dikeluarkan zakatnya pada akhir tahun. Ini jelas. Berbeda dengan hal itu, "harta penghasilan" dalam bentuk uang dari kekayaan wajib zakat yang belum cukup masanya setahun, misalnya seseorang yang menjual hasil tanamannya yang sudah dikeluarkan zakatnya 1/10 atau 1/20, begitu juga seseorang menjual produksi ternak yang sudah dikeluarkan zakatnya, maka uang yang didapat dari harga barang tersebut tidak dikeluarkan zakatnya waktu itu juga. Hal itu untuk menghindari adanya zakat ganda, yang dalam perpajakan dinamakan "Tumpang Tindih Pajak."
Yang jelas pendapat tersebut diatas adalah pendapat ulama- ulama fikih meskipun yang terkenal banyak di kalangan para ulama fikih itu adalah bahwa masa setahun merupakan syarat mutlak setiap harta benda wajib zakat, harta benda perolehan maupun bukan. Hal itu berdasarkan hadis-hadis mengenai ketentuan masa setahun tersebut dan penilaian bahwa hadis-hadis tersebut berlaku bagi semua kekayaan termasuk harta hasil usaha.

C.    Ketentuan-ketentuan Zakat Profesi
Istilah zakat profesi adalah baru, sebelumnya tidak pernah ada seorang 'ulamapun yang mengungkapkan dari dahulu hingga saat ini, kecuali Syaikh Yusuf Qaradhowy menuliskan masalah ini dalam kitab Zakat-nya, kemudian di taklid (diikuti tanpa mengkaji kembali kepada nash yang syar'i) oleh para pendukungnya, termasuk di Indonesia ini.
Dalam ketentuan zakat profesi terdapat beberapa kemungkinan dalam menentukan nishab, kadar, dan waktu mengeluarkan zakat profesi. Hal ini tergantung pada qiyas (analogi)  yang dilakukan :
Yang pertama, Jika dianalogikan pada zakat perdagangan, maka nishab, kadar, dan waktu mengeluarkannya sama dengannya dan sama pula dengan zakat emas dan perak. Nishabnya senilai 85 gram emas, kadar zakatnya 2,5 % dan waktu mengeluarkannya setahun sekali, setelah dikurangi kebutuhan pokok. Cara menghitung misalnya : jika si A berpenghasilan Rp 5.000.000,00 setiap bulan dan kebutuhan pokok perbulannya sebesar Rp 3.000.000,00 maka besar zakat yang dikeluarkan adalah 2,5 % x 12 x Rp 2.000.000,00 atau sebesar Rp 600.000,00 pertahun /Rp 50.000,00 perbulan.
Yang kedua, Jika dianalogikan pada zakat pertanian, maka nishabnya senilai 653 kg padi atau gandum, kadar zakatnya sebesar 5 % dan dikeluarkan pada setiap mendapatkan gaji atau penghasilan. Misalnya sebulan sekali. Cara menghitungnya contoh kasus di atas, maka kewajiban zakat si A adalah sebesar 5% x 12 x Rp 2.000.000,00 atau sebesar Rp 1.200.000,00 pertahun / Rp 100.000,00 perbulan.
Yang ketiga, Jika dianalogikan pada zakat rikaz, maka zakatnya sebesar 20 % tanpa ada nishab, dan dikeluarkan pada saat menerimanya.[3] Cara menghitungnya  contoh kasus di atas, maka si A mempunyai kewajiban berzakat sebesar 20 % x Rp 5.000.000,00 atau sebesar Rp 1.000.000,00 setiap bulan.
Mengenai waktu pengeluaran zakat profesi ini beberapa ulama berbeda pendapat sebagai berikut:  
Pendapat As-Syafi'i dan Ahmad mensyaratkan haul (sudah cukup setahun) terhitung dari kekayaan itu didapat
Pendapat Abu Hanifah, Malik dan ulama modern, seperti Muh Abu Zahrah dan Abdul Wahab Khalaf mensyaratkah haul tetapi terhitung dari awal dan akhir harta itu diperoleh, kemudian pada masa setahun tersebut harta dijumlahkan dan kalau sudah sampai nisabnya maka wajib mengeluarkan zakat.
Pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Umar bin Abdul Aziz dan ulama modern seperti Yusuf Qardhawi tidak mensyaratkan haul, tetapi zakat dikeluarkan langsung ketika mendapatkan harta tersebut. Mereka mengqiyaskan dengan Zakat Pertanian yang dibayar pada setiap waktu panen.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan:
1.      Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi ( guru, dokter, aparat, dan lain-lain ) atau hasil profesi bila telah sampai pada nisabnya.
2.      Profesi yang dizakati adalah profesi yang dikerjakan sendiri tanpa tergantung kepada orang lain, berkat kecekatan tangan ataupun otak. Dan profesi yang dikerjakan seseorang buat pihak lain-baik pemerintah, perusahaan, maupun perorangan dengan memperoleh upah, yang diberikan, dengan tangan, otak, ataupun kedua-duanya.
3.      Ketentuan-ketentuan zakat profesi adalah ditentukan batas minimal nishab dan harus menjalani haul (putaran satu tahun)



DAFTAR PUSTAKA

Hafiuddin, Didin Zakat Infaq Sedekah, Gema Insani Press: Jakarta, 1999
Daradjat, Zakiah. Zakat Pembersih Harta Dan Jiwa, CV. Puhama: Jakarta, 1996
Al Juhairi, Wahab. Zakat Kajian Berbagai Madzhab, PT. Remaja Rosdakarya: Bandung, 1995
Sumber : http://ricky-diah.blogspot.com/2011/12/normal-0-false-false-false-in-x-none-ar.html


[1] Zakiah Daradjat, Zakat Pembersih Harta Dan Jiwa, ( Cv. Puhama: Jakarta, 1996) , hal. 56
[2] Wahab Al Juhairi, Zakat Kajian Berbagai Madzhab, ( PT. Remaja Rosdakarya: Bandung, 1995 ), hal. 45
[3]Didin hafidhuddin, Zakat dalam perekonomian modern. (Jakarta, Gema insani, 2002) hl 96-97



[1] Zakiah Daradjat, Zakat Pembersih Harta Dan Jiwa, ( Cv. Puhama: Jakarta, 1996) , hal. 56
[2] Wahab Al Juhairi, Zakat Kajian Berbagai Madzhab, ( PT. Remaja Rosdakarya: Bandung, 1995 ), hal. 45
[3]Didin hafidhuddin, Zakat dalam perekonomian modern. (Jakarta, Gema insani, 2002) hl 96-97



Aplikom II



Minggu, 10 Agustus 2014

Civic Education Konstitusi



BAB. 1
PEMBAHASAN

A . Pengertian konstitusi dan Konstitusi-konstitusi yang Pernah Berlaku di Indonesia.
Konstitusi adalah sebuah hukum dasar tertulis. Hukum dasar tertulis ini biasanya disebut Undang – Undang Dasar (UUD). Negara yang merdeka dan berdaulat mesti memiliki Undang – Undang Dasar.  Sejak merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945 hingga sekarang, Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan konstitusi. Perubahan ini disebabkan oleh perkembangan sejarah ketatanegaraan Indonesia yang terus mengalami dinamika menuju suatu tatanan pemerintahan negara Indonesia yang lebih baik.

B. Tujuan Konstitusi
Hukum pada umumnya bertujuan mengadakan tata tertib untuk keselamatan masyarakat yang penuh dengan konflik antara berbagai kepentingan yang ada di tengah masyarakat. Tujuan hukum tata negara pada dasarnya sama dan karena sumber utama dari hukum tata negara adalah konstitusi atau Undang-Undang Dasar, akan lebih jelas dapat dikemukakan tujuan konstitusi itu sendiri.
Tujuan konstitusi adalah juga tata tertib terkait dengan:
  1. Berbagai lembaga-lembaga negara dengan wewenang dan cara bekerjanya.
  2. Hubungan antar lembaga Negara.
  3. Hubungan lembaga negara dengan warga negara (rakyat) dan.
  4. Adanya jaminan hak-hak asasi manusia serta.
  5. Hal-hal lain yang sifatnya mendasar sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman.
C . Konstitusi-Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia
Ada beberapa konstitusi atau UUD Yang pernah berlaku di Indonesia sejak kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 sampai sekarang. Konstitusi – konstitusi itu antara lain adalah :
1 . UUD 1945
2 . UUD RIS Tahun 1949
3 . UUDS Tahun 1950
4 . UUD 1945
5 . UUD 1945 hasil amandemen


1 . Undang – Undang Dasar (UUD) Negara Indonesia Tahun 1945
                   Undang – Undang Dasar (UUD) 1945 di tetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. Dengan ditetapkanya konstitusi atau UUD Negara Indonesia merdeka tahun1945, maka hukum kolonial atau penjajah di tinggalkan. Ini berarti hukum nasionallah yang berlaku, yaitu UUD 1945.
Undang – Undang Dasar 1945 sebagai hukum dasar tertulis memuat aturan – aturan pokok ketatanegaraan yang dijadikan dasar bagi aturan – aturan ketatanegaraan lainnya. Aturan – aturan pokok itu mengatur bentuk negara, bentuk pemerintahan, pembagian kekuasaan, dan sistem pemerintahan.
# Bentuk Negara
Menurut UUD 1945 bentuk Negara Indonesia adalah kesatuan. Dalam pasal satu ayat(1) yang menyatakan bahwa “ Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang demikian, pemerintah pusat mempunyai kewenangan untuk menyerahkan sebagian urusanya kepada pemerintah daerah . Sistem ini disebut desentralisasi.
Ketentuan ini tercantum dalam UUD 1945 pasal 18 yang menyatakan bahwa “ pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang – Undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak asal usul dalam daerah – daerah yang bersifat istimewa”.
#Bentuk Pemerintahan
Berkenaan dengan bentuk pemerintahan , UUD tahun 1945 menetapkan bahwa pemerintahan Negara Indonesia berbentuk Republik. Salah satu bukti bahwa negara Indonesia memiliki pemerintahan yang berbentuk Republik ialah kepala negaranya disebut Presiden. Dalam ketentuan UUD 1945, masa jabatan kepala negara(presiden) adalah 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali.

# Pembagian Kekuasaan
Perihal pembagian kekuasaan, UUD 1945 menetapkan beberapa hal sebagai berikut :
a . Kekuasaan Eksekutif dijalankan oleh presiden, dibantu oleh seorang wakil presiden, dan para mentri. Dalam menjalankan tugasnya presiden diawasi oleh DPR. Meskipun demikian, presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
b . Kekuasaan Legislatif dijalankan oleh DPR bersama-sama dengan presiden. Kerja sama antara presiden dan DPR tampak dalam hal pembuatan Undang-Undang.
c . Kekuasaan Yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung(MA). Kedudukan badan ini bebas dari campur tangan kekuasaan pemerintah, namun tidak berdiri diatas pemerintah.
# Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan yang dianut UUD 1945 ialah Kabinet Presidensial. Menurut sistem ini, presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi dibawah MPR.

2 . Undang – Undang Dasar Republik Indonesia Serikat (UUD RIS) Tahun 1949
UUD RIS 1949 mulai berlaku pada tanggal 27 Desember 1949 bersamaan dengan penandatanganan pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda. Konstitusi / UUD RIS dihasilkan dari sebuah pertemuan yang dinamakan “pertemuan untuk Permusyawaratan Federal” pada tanggal 14 Desember 1949 di Den Haag, Belanda. Dan UUD RIS ini bersifat sementara.
# Bentuk Negara
Bentuk negara yang dikehendaki konstitusi RIS/UUD RIS ialah serikat atau federal. Sesuai dengan bentuk serikat, wilayah RIS di bagi kedalam 7 negara bagian dan 9 satuan kenegaraan. Ketujuh negara bagian tersebut adalah :
a . Negara Republik Indonesia
b . Negara Indonesia Timur
c . Negara Pasundan
d . Negara Jawa Timur
e . Negara Madura
f . Negara Sumatera Timur
g . Negara Sumatera Selatan
Adapun yang termasuk satuan kenegaraan adalah sbb :
a . Jawa Tengah
b . Bangka
c . Belitung
d . Riau
e . Kalimantan Barat
f . Dayak Besar
g . Daerah Banjar
h . Kalimantan Tengah
i . Kalimantan Timu
# Bentuk Pemerintahan
Bentuk pemerintahan negara yang dikehendaki konstitusi RIS/UUD RIS adalah Republik .
# Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan menurut konstitusi/UUD RIS tahu 1949 adalah pemerintahan parlementer. Dalam sistem ini, Presiden dan Mentri – mentri merupakan pemerintah. Presiden selaku kepala negara dan Perdana Mentri selaku kepala pemerintahan.
# Lembaga Perwakilan
Lembaga perwakilan UUD RIS menganut sistem dua kamar(Bikameral), yaitu Senat dan DPR.
a . Senat merupakan Perwakilan negara atau daerah bagian. Masing-masing negara atau daerah bagian diwakili oleh 2 orang.
b . DPR yang beranggotakan 150 orang merupakan wakil seluruh rakyat.

3 . Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) Tahun 1950
Hasrat untuk membentuk negara kesatuan tidak dapat dilenyapkan dengan berdirinya beberapa negara atau daerah bagian. Hasrat ini semakin kuat setelah diyakini bahwa pembentuk negara-negara bagian itu dilakukan Belanda untuk memecah persatuan dan kesatuan bangsa. Pergerakan rakyat yang menuntut pembubaran negara atau daerah bagian dan pembangunan Republik Indonesia di Yogyakarta muncul di mana-mana.
Untuk mewujudkan kehendak rakyat, Pemerintah RIS dengan persetujuan DPR dan senat RIS mengeluarkan Undang-Undang Darurat. Sejak tanggal 17 Agustus 1950 berlakulah Undang-Undang Dasar Sementara(UUDS) tahun 1950. Hal ini bersamaan dengan terwujudnya kembali negara kesatuan, pemberlakuan UUDS tahun 1950 ini ditetapkan dengan Undang-Undang no. 7 tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi UUDS Republik Indonesia Tahun 1950.
# Bentuk Negara
Bentuk negara yang dikehendaki oleh UUDS tahun 1950 ialah negara kesatuan.
# Bentuk Pemerintahan
Bentuk pemerintahan menurut UUDS tahu 1950 ialah Republik.
# Pemegang Kedaulatan
Berdasarkan ketentuan UUDS tahun 1950 yang memegang kedaulatan rakyat adalah Presiden bersama-sama dengan DPR.
# Sistem Pemerintahan Negara
Berdasarkan ketentuan yang dimuat dalam UUDS tahun 1950, sistem pemerintahan negara adalah sistem parlementer. Berdasarkan sistem ini DPR dapat membubarkan kabinet, sebagai imbangannya, Presiden memiliki kedudukan yang kuat dan dapat membubarkan DPR.

4 . Kembali ke Undang – Undang Dasar 1945
Dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 juli 1959, UUDS tahun 1950 dinyatakan tidak berlaku dan UUD tahun 1945 di nyatakan berlaku kembali tanpa mengalami perubahan. Dalam periode inilah lahir istilah “Orde Lama” dan “Orde Baru”.

5 . UUD 1945 Hasil Amandemen
a . Amandemen UUD 1945
Amandemen adalah prosedur penyempurnaan tanpa harus langsung mengubah UUD dan merupakan pelengkap serta rincian dari UUD asli. Istilah amandemen merupakan salah satu hak legislatif untuk mengusulkan perubahan dalam suatu rancangan undang-undang yang dimajukan oleh pemerintah. Apabila suatu rancangan undang-undang yang dimajukan pemerintah tidak memuaskan parlemen, maka parlemen dapat mengadakan perubahan-perubahan yang disertai dengan penjelasan.
Amandemen UUD 1945 sesungguhnya merupakan suatu keharusan jika bangsa Indonesia menginginkan adanya reformasi diberbagai bidang untuk mewujudkan negara yang demokratis dan makmur.
b . Rintisan dan landasan Amandemen UUD 1945
Dari sejarah perjalanan bangsa, kita dapat belajar tentang banyak hal. Pelajaran tersebut sepatutnya mendorong kita untuk melakukan perubahan menuju masa depan yang lebih baik. Sebagi langkah awal menuju reformasi hukum, pada sidang istimewa tahun 1998 telah mengeluarkan ketetapan MPR RI Nomor XIII/MPR/1998 tentang pembatesan masa jabatan presiden dan wakil presiden Republik Indonesia. Dalam pasal 1 ketetapan ketetapan MPR tersebut dinyatakan “Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia memegang jabatan selama 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jebatan”. Sesuai dengan pasal 37 UUD 1945, mempunyai kewenangan untuk mengubah Undang-Undang Dasar 1945.

c . Tahap-tahp Amandemen UUD 1945
@ Tahap pertama
Sejak Mei 1998, bangsa Indonesia bertekad mereformasi berbagai bidang kehidupaan kenegaraan. Salah satunya adalah reformasi hukum, perubahan pertama pasal-pasal didalam UUD 1945 ditetapkan pada tanggal 19 oktober 1999 untuk sembilan pasal.
@ Tahap kedua
Perubahan kedua UUD 1945 ditetapkan dalam sidang tahuna MPR tanggal 18 Agustus 2000, ada 26 pasal yang diubah dan ditambah.
@ Tahap ketiga
10 November 2001. Ada 23 pasal yang diubah dan ditambah.
@ Tahap keempat
Perubahan keempat UUD 1945 ditetapkan dalam sidang tahunan MPR pada tanggal 10 Agustus 2002, ada 13 pasal yang diubah dan di tambah 3 pasal aturan peralihan dan 2 pasal aturan tambahan.

Kesimpulan
Dapat disimpulakan bahwa konstitusi merupakan document social dan politik bangsa Indonesia yang memuat konstatasi dasar tatanan bernegara, juga merupakan dokument hukum yang kemudian dipelajari secara khusus menjadi hukum konstitusi (hukum tata negara) yang merupakan hukum yang mendasari seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Disamping itu, konstitusi juga mempunyai tujuan sebagai berikut :
  1. Berbagai lembaga-lembaga negara dengan wewenang dan cara bekerjanya.
  2. Hubungan antar lembaga Negara.
  3. Hubungan lembaga negara dengan warga negara (rakyat) dan.
  4. Adanya jaminan hak-hak asasi manusia serta.
Dalam pembagian dan klasifikasinya, konstitusi dibagi sebagai berikut :
  1. Konstitusi tertulis dan konstitusi tidak dalam bentuk tertulis (written constitution).
  2. Konstitusi fleksibel dan konstitusi rigid (flexible and rigid constitution).
  3. Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi derajat tidak derajat tinggi (Supreme and not supreme constitution
  4. Konstitusi Negara Serikat dan Negara Kesatuan (Federal and Unitary Constitution).
  5. Konstitusi Pemerintahan Presidensial dan pemerintahan Parlementer (President Executive and Parliamentary Executive Constitution).






DAFTAR PUSTAKA


Bachsan Mustafa, S.H. Sistem Hukum Indonesia Terpadu. Bandung:
Penerbit PT. Citra Aditya Bhakti, 2003.

Ni’matul Huda, S.H., M.Hum. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarata:
PT. Raja Grapindo Persadda, 2005.