KATA
PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim….
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kita panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah keilmuan kepada kita semua
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Zakat Profesi Dalam
Islam dan Kaitannya”.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah limpahkan
kepada junjungan alam Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa zaman kegelapan ke zaman
terang benderang, dan atas do’a restu dan dorongan dari berbagai pihak-pihak yang
telah membantu saya memberikan referensi dalam pembuatan makalah ini.
Penulisan makalah
ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Zakat dan guna menambah
pengetahuan serta lebih memahami mengenai Zakat Profesi Dalam Islam dan
Kaitannya itu sendiri.
Penulis
menyadari atas segala ketidaksempurnaan dan kekurangan dalam makalah ini. Oleh
karena itu, segala kritik yang bersifat konstruktif sangat penulis harapkan
guna kebaikan di masa yang akan datang. Semoga melalui makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi kita semua.
|
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.
Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa wacana yang tengah hangat
dalam dunia zakat selama beberapa dekade terakhir ini adalah diperkenalkannya
instrument zakat profesi di samping zakat fitrah dan zakat maal (zakat harta).
Dengan munculnya zakat profesi ini memunculkan banyak perbincangan. Mereka yang
menentang penerapan syariat zakat profesi ini beranggapan bahwa zakat profesi
tidak pernah dikenal sebelumnya di dalam syariat Islam dan merupakan hal baru
yang diada-adakan. Sedangkan mayoritas ulama kontemporer telah sepakat akan legalitas zakat
profesi tersebut.
Zakat profesi itu sendiri
merupakan zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi atau hasil profesi bila telah sampai pada nisabnya. Zakat profesi memang belum dikenal dalam khazanah keilmuan Islam,
jadi banyak diperdebatkan. Maka dari itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengertian
zakat profesi, profesi apa yang harus dizakati dan ketentuan dalam zakat
profesi.
B.
Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah:
1.
Apa
pengertian dari zakat profesi?
2.
Apa
saja profesi yang dizakati?
3.
Bagaimana
ketentuan-ketentuan dalam zakat profesi?
C.
Tujuan Pembahasan.
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan pembahasannya
adalah:
1.
Untuk
memahami pengertian dari zakat profesi.
2.
Untuk
memahami profesi apa saja yang harus dizakati.
3.
Untuk
memahami ketentuan-ketentuan dari zakat profesi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Zakat Profesi.
Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi ( guru, dokter, aparat, dan lain-lain ) atau hasil profesi bila telah sampai pada nisabnya. Berbeda dengan sumber pendapatan dari pertanian,
peternakan dan perdagangan, sumber pendapatan dari profesi tidak banyak dikenal
di masa generasi terdahulu. Oleh karena itu, pembahasan mengenai tipe zakat profesi belum dapat dijumpai dengan tingkat kedetilan yang setara dengan tipe zakat
yang lain. Namun bukan berarti pendapatan dari hasil profesi terbebas dari
zakat, karena zakat secara hakikatnya adalah pungutan terhadap kekayaan
golongan yang memiliki kelebihan harta untuk diberikan kepada golongan yang
membutuhkan.
Setiap
penghasilan, apapun jenis profesi yang menyebabkan timbulnya penghasilan
tersebut diharuskan membayar zakat bila telah mencapai nisab. Hal tersebut
didasarkan pada firman Allah SWT QS.
Al-Baqarah ayat 267
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan
Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang
Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang
buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah,
bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Disamping itu berdasarkan tujuan disyari’atkannya zakat,
seperti untuk membersihkan dan mengembangkan harta serat menolong para
mustahik, zakat profesi juga mencerminkan rasa keadilan yang merupakan
ciri utama ajaran islam, yaitu kewajiban zakat pada semua penghasilan dan
pendapatan.
B.
Profesi yang Di Zakati.
Barangkali bentuk penghasilan yang paling menyolok pada zaman
sekarang ini adalah apa yang diperoleh dari pekerjaan dan profesinya. Pekerjaan
yang menghasilkan uang ada dua macam.
Yang pertama adalah
pekerjaan yang dikerjakan sendiri tanpa tergantung kepada orang lain, berkat
kecekatan tangan ataupun otak. Penghasilan yang diperoleh dengan cara ini
merupakan penghasilan profesional, seperti penghasilan seorang doktor,
insinyur, advokat seniman, penjahit, tukang kayu dan lain-lainnya.[1]
Yang kedua, adalah
pekerjaan yang dikerjakan seseorang buat pihak lain-baik pemerintah,
perusahaan, maupun perorangan dengan memperoleh upah, yang diberikan, dengan
tangan, otak, ataupun kedua-duanya. Penghasilan dari pekerjaan seperti itu
berupa gaji, upah, ataupun honorarium.
Penghasilan dan profesi dapat diambil zakatnya bila sudah setahun
dan cukup senisab. Jika kita berpegang kepada pendapat Abu Hanifah, Abu Yusuf,
dan Muhammad bahwa nisab tidak perlu harus tercapai sepanjang tahun, tapi cukup
tercapai penuh antara dua ujung tahun tanpa kurang di tengah-tengah kita dapat
menyimpulkan bahwa dengan penafsiran tersebut memungkinkan untuk mewajibkan
zakat atas hasil penghasilan setiap tahun, karena hasil itu jarang terhenti
sepanjang tahun bahkan kebanyakan mencapai kedua sisi ujung tahun tersebut.
Berdasar hal itu, kita dapat menetapkan hasil penghasilan sebagai sumber zakat,
karena terdapatnya illat (penyebab), yang menurut ulama-ulama fikih sah, dan
nisab, yang merupakan landasan wajib zakat.
Dan karena Islam mempunyai ukuran bagi seseorang – untuk bisa
dianggap kaya - yaitu 12 Junaih emas menurut ukuran Junaih Mesir lama maka
ukuran itu harus terpenuhi pula buat seseorang untuk terkena kewajiban zakat,
sehingga jelas perbedaan antara orang kaya yang wajib zakat dan orang miskin
penerima zakat.
Dalam hal ini, mazhab Hanafi lebih jelas, yaitu bahwa jumlah
senisab itu cukup terdapat pada awal dan akhir tahun saja tanpa harus terdapat
di pertengahan tahun. Ketentuan itu harus diperhatikan dalam mewajibkan zakat
atas hasil penghasilan dan profesi ini, supaya dapat jelas siapa yang tergolong
kaya dan siapa yang tergolong miskin, seorang pekerja profesi jarang tidak
memenuhi ketentuan tersebut.[2]
Mengenai besar zakat, Penghasilan dan profesi dalam fikih masalah
khusus mengenai penyewaan. Seseorang yang menyewakan rumahnya dan mendapatkan
uang sewaan yang cukup nisab, bahwa orang tersebut wajib mengeluarkan zakatnya ketika
menerimanya tanpa persyaratan setahun. Hal itu pada hakikatnya menyerupai mata
penghasilan, dan wajib dikeluarkan zakatnya bila sudah mencapai satu nisab.
Hal itu sesuai dengan apa yang telah kita tegaskan lebih dahulu,
bahwa jarang seseorang pekerja yang penghasilannya tidak mencapai nisab seperti
yang telah kita tetapkan, meskipun tidak cukup di pertengahan tahun tetapi
cukup pada akhir tahun. Ia wajib mengeluarkan zakat sesuai dengan nisab yang
telah berumur setahun.
Akibat dari tafsiran itu, kecuali yang menentang, adalah bahwa
zakat wajib dipungut dari gaji atau semacamnya sebulan dari dua belas bulan.
Karena ketentuan wajib zakat adalah cukup nisab penuh pada awal tahun atau
akhir tahun.
Pendapat guru-guru besar tentang hasil penghasilan dan profesi dan
pendapatan dari gaji atau lain-lainnya yaitu kekayaan yang diperoleh seseorang
Muslim melalui bentuk usaha baru yang sesuai dengan syariat agama. Jadi
pandangan fikih tentang bentuk penghasilan itu adalah, bahwa ia adalah
"harta penghasilan." Sekelompok sahabat berpendapat bahwa kewajiban
zakat kekayaan tersebut langsung, tanpa menunggu batas waktu setahun.
Yang diperlukan zaman sekarang ini adalah menemukan hukum pasti
"harta penghasilan" itu, oleh karena terdapat hal-hal penting yang
perlu diperhatikan, yaitu bahwa hasil penghasilan, profesi, dan kekayaan
non-dagang dapat digolongkan kepada "harta penghasilan" tersebut.
Bila kekayaan dari satu kekayaan, yang sudah dikeluarkan zakatnya, yang di
dalamnya terdapat "harta penghasilan" itu, mengalami perkembangan,
misalnya laba perdagangan dan produksi binatang ternak maka perhitungan
tahunnya disamakan dengan perhitungan tahun induknya. Hal itu karena hubungan
keuntungan dengan induknya itu sangat erat.
Berdasarkan hal itu, bila seseorang sudah memiliki satu nisab
binatang ternak atau harta perdagangan, maka dasar dan labanya bersama-sama
dikeluarkan zakatnya pada akhir tahun. Ini jelas. Berbeda dengan hal itu,
"harta penghasilan" dalam bentuk uang dari kekayaan wajib zakat yang
belum cukup masanya setahun, misalnya seseorang yang menjual hasil tanamannya
yang sudah dikeluarkan zakatnya 1/10 atau 1/20, begitu juga seseorang menjual
produksi ternak yang sudah dikeluarkan zakatnya, maka uang yang didapat dari
harga barang tersebut tidak dikeluarkan zakatnya waktu itu juga. Hal itu untuk
menghindari adanya zakat ganda, yang dalam perpajakan dinamakan "Tumpang
Tindih Pajak."
Yang jelas pendapat tersebut diatas adalah pendapat ulama- ulama
fikih meskipun yang terkenal banyak di kalangan para ulama fikih itu adalah
bahwa masa setahun merupakan syarat mutlak setiap harta benda wajib zakat,
harta benda perolehan maupun bukan. Hal itu berdasarkan hadis-hadis mengenai
ketentuan masa setahun tersebut dan penilaian bahwa hadis-hadis tersebut berlaku bagi
semua kekayaan termasuk harta hasil usaha.
C.
Ketentuan-ketentuan Zakat Profesi
Istilah zakat profesi adalah baru, sebelumnya tidak pernah ada
seorang 'ulamapun yang mengungkapkan dari dahulu hingga saat ini, kecuali
Syaikh Yusuf Qaradhowy menuliskan masalah ini dalam kitab Zakat-nya, kemudian
di taklid (diikuti tanpa mengkaji kembali kepada nash yang syar'i) oleh para
pendukungnya, termasuk di Indonesia ini.
Dalam ketentuan zakat profesi terdapat beberapa kemungkinan dalam menentukan
nishab, kadar, dan waktu mengeluarkan zakat profesi. Hal ini tergantung pada
qiyas (analogi) yang dilakukan :
Yang pertama, Jika dianalogikan pada zakat perdagangan, maka nishab,
kadar, dan waktu mengeluarkannya sama dengannya dan sama pula dengan zakat emas
dan perak. Nishabnya senilai 85 gram emas, kadar zakatnya 2,5 % dan waktu
mengeluarkannya setahun sekali, setelah dikurangi kebutuhan pokok. Cara
menghitung misalnya : jika si A berpenghasilan Rp 5.000.000,00 setiap bulan dan
kebutuhan pokok perbulannya sebesar Rp 3.000.000,00 maka besar zakat yang
dikeluarkan adalah 2,5 % x 12 x Rp 2.000.000,00 atau sebesar Rp 600.000,00
pertahun /Rp 50.000,00 perbulan.
Yang kedua, Jika dianalogikan pada zakat pertanian, maka
nishabnya senilai 653 kg padi atau gandum, kadar zakatnya sebesar 5 % dan dikeluarkan
pada setiap mendapatkan gaji atau penghasilan. Misalnya sebulan sekali. Cara
menghitungnya contoh kasus di atas, maka kewajiban zakat si A adalah sebesar 5%
x 12 x Rp 2.000.000,00 atau sebesar Rp 1.200.000,00 pertahun / Rp 100.000,00
perbulan.
Yang ketiga, Jika dianalogikan pada zakat rikaz, maka
zakatnya sebesar 20 % tanpa ada nishab, dan dikeluarkan pada saat menerimanya.[3] Cara
menghitungnya contoh kasus di atas, maka si A mempunyai kewajiban
berzakat sebesar 20 % x Rp 5.000.000,00 atau sebesar Rp 1.000.000,00 setiap
bulan.
Mengenai waktu pengeluaran zakat profesi ini
beberapa ulama berbeda pendapat sebagai berikut:
Pendapat As-Syafi'i dan Ahmad mensyaratkan haul (sudah cukup
setahun) terhitung dari kekayaan itu didapat
Pendapat Abu Hanifah, Malik dan ulama modern, seperti Muh Abu
Zahrah dan Abdul Wahab Khalaf mensyaratkah haul tetapi terhitung dari awal dan
akhir harta itu diperoleh, kemudian pada masa setahun tersebut harta
dijumlahkan dan kalau sudah sampai nisabnya maka wajib mengeluarkan zakat.
Pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Umar bin Abdul Aziz dan ulama
modern seperti Yusuf Qardhawi tidak mensyaratkan haul, tetapi zakat dikeluarkan
langsung ketika mendapatkan harta tersebut. Mereka mengqiyaskan dengan Zakat Pertanian yang dibayar pada setiap waktu panen.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
1.
Zakat
profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi ( guru, dokter, aparat, dan lain-lain ) atau hasil profesi bila telah sampai pada nisabnya.
2.
Profesi
yang dizakati adalah profesi yang dikerjakan sendiri tanpa tergantung kepada
orang lain, berkat kecekatan tangan ataupun otak. Dan profesi yang dikerjakan seseorang
buat pihak lain-baik pemerintah, perusahaan, maupun perorangan dengan
memperoleh upah, yang diberikan, dengan tangan, otak, ataupun kedua-duanya.
3.
Ketentuan-ketentuan
zakat profesi adalah ditentukan batas minimal nishab dan harus menjalani haul (putaran
satu tahun)
DAFTAR PUSTAKA
Hafiuddin, Didin Zakat Infaq Sedekah, Gema Insani Press:
Jakarta, 1999
Daradjat, Zakiah. Zakat Pembersih Harta Dan Jiwa, CV.
Puhama: Jakarta, 1996
Al Juhairi, Wahab. Zakat Kajian Berbagai Madzhab, PT. Remaja
Rosdakarya: Bandung, 1995
Sumber : http://ricky-diah.blogspot.com/2011/12/normal-0-false-false-false-in-x-none-ar.html
[2] Wahab Al Juhairi, Zakat
Kajian Berbagai Madzhab, ( PT. Remaja
Rosdakarya: Bandung, 1995 ), hal. 45
Tidak ada komentar:
Posting Komentar